Enter Header Image Headline Here

Sabtu, 17 Maret 2012

Senyum Mbok Syiem


Malam ini, hawa dingin menusuk tulang punggung yang mulai renta ini. Ditemani secangkir kopi dan kudapan ala kadarnya, Mbok Syiem bergulat dengan pekerjaannya. Umurnya yang sudah senja, tak mengurungkan semangatnya ubtuk terus berkarya. Karya yang menghidupinya selama enam puluh tahun ini.
“Mbok,”panggil Sutinah.”
“Iya Ti, sebentar lha wong kurang sedikit.” Jawabnya seraya menuruskan pekerjaannya.
“Ya sudah mbok, Suti bantu ya?”
Ndak usah, kamu urusi anak-anakmu saja.”
“Ya Mbok,”
Mbok Syiem adalah seorang penjual Mie Ongklok khas Wonosobo, Makanan yang membuatnya bertahan hidup hingga sekarang. Perjuangan yang tidak sia-sia. Setiap jam tiga pagi ia terbangun untuk menyiapkan dagangannya. Dibantu anak bungsunya Sutinah, mengaduk adonan serta menata lapak di daerah wisata Dieng.
“Tin, tolong ambilkan penampan itu.”
“Iya Mbok, ini.”
“Tolong juga ambilkan Kol di lemari dapur.”
Sembari menunggu, Mbok Syiem meneruskan mengaduk adonan mie. Begitu semangatnya mbok Syiem ini. Walaupun rumah yang ditempatinya, sudah mulai renta, dengan dapur seadanya. Memasakpun masih menggunakan kayu bakar.
“Ini Mbok, Kolnya” 
“Iya, taruh saja disitu ”
Setiap sore setelah berjualan Mbok Syiem tak pernah lupa mencari kayu bakar tuk memasak dagangannya. Setapak demi setapak jalan telah dilaluinya. Ranting-ranting pohon yang terjatuh ia pungut tanpa rasa takut. Tak pernah absen gigitan –gigitan serangga kepadanya, hingga membuat tangannya berbentol merah.
****
Tiga kilo meter ia harus berjalan hingga sampai kelapaknya. Batinnya ingin naik angkutan, tapi seribu perak itupun begitu berharga baginya. Dengan memikul dagangan seberat lima kilo ia menelusuri jalan berbukit yang terjal. Wonosobo memiliki bukit-bukit terjal yang biasa dilewati para pedagang. Dn Mbok Syiempun tak seorang diri melewati bukit itu.
            No, mandeko ndisik, ngombe-ngombe ndisik.
Iyo Mbok, nyong yo ngelak kiye.
Yo, kiye panganane.
Perjalanan masih panjang. Perjalanan Mbok Syiem terhenti sejanak sembari melpas lelah.
            “No, Alas Kiye kayane ana seng wes bubrah yo?
Apane Mbok?”
Ndek, jaman Mbiyen luwih apik No.”
Iyo tho Mbok?”
Lah iyo. Iyo tho, mbok mu kiye uwes urip taun-taunan.”
“Yo,yo Mbok, ayo mbok mangkat maning.”
“Ayo.”
****
Sesampainya dilapak, mereka langsung menata dagangannya dengan rapi. Mbok Syiem mulai menjajakan dagangannya kepada para pelancong manca maupun lokal.
“Mie Ongklok… Mie Ongklok….” Teriak Mbok Syiem lantang
Datanglah seorang pelancong mancanegara.ditemani dengan tour guidenya mencicipi Mie Ongklok buatan Mbok Syiem.
“Hello Mister, Can I helep you.” Tanya Mbok Syiem dengan logat jawanya.
“Ok, Mbok Syiem, I want one Ongklok Noodles and Sate, Ok?”
“Ok.. ok Mister, yes, yes. Wait, wait.”
“Ok.”
Begitu semangatnya mbok Syiem membuatkan pesanan si Mister itu. Walaupun dia itu sebenarnya belum bisa berbahasa Inggris. Hanya kata Yes dan No saja yang ia tahu. Selang
This is your order Mister,
“Ok, Thank You. “
Yes, yes, Mister.”
****
            Mentari siang ini tertutup awan hitam legam. Tak secerah hari biasanya. Pertanda langit akan menumpahkan kesedihannya. Periuk Mbok Syiem masih menampung banyak dagangan yang belum terjual. Mbok Syiem mempersiapkan terpal untuk menutupi dagangannya ketika hujan.
            Walah, meh udan kiye, ayo ndang siap-siap.
            Iyo Mbok, kiye uwis tak siapaken.”
            Yowes, apik koen.”
            Hari yang melelahkan bagi mbok Syiem, dagangnnya hanya laku sedikit, kini dia harus bergegas mengemas-ngemasi barang dagangannya, karena langit akan menangis. Pendapatan hari cukuplah untuk menutupi kebutuhan sore ini. Bila ditengok, pendapatan kali ini amat kurang, hanya lims puluh ribui saja yang mbok syiem dapatkan. Biasanya dia mendpatkan lebih.
Bukan mbok Syiem namanya jika ia tidak menerima pa yang telah Allah berikan kepadanya. Sedikit apapun hasil yang diterima ia tak pantang menyerah.  
****
 Hujan mengguyur begitu derasnya, cahaya kilat menggeliat mencari mangsa, deru angin menerbangkan siapa saja yang ditemuinya. Untung saja Mbok Syiem pulang lebih awal sehingga ia bisa berteduh dengan tenang.
Suasana petang ini, begitu menegangkan. Hujan yang mengguyur tak kunjung berhenti. Setapak kaki berjalan , air telah menggenang. Rumah Mbok Syiem telah tergenang air. Ya, air bah telah menghampiri rumah Mbok Syiem.
“Nduk, kesinilah sebentar, kiye lo, banyune mlebu, omahe kalebon.”
“Walah Mbok, aneh tenan kiye, biasane orak kayak kiye.”
Iyo Simboke iyo gumun kiye, bisa-bisane banyu udan mlebu omah.”
iyo, sek mbok, tak ngundang mas Tarno ndisit.”
Iyo kana.”
Mbok, surti menaiki dipan panjang yang terletak di  ruang tamunya. Ternyata air sudah menggenang sebatas mata kaki orang dewasa.
“Tarno….”
Iya, Mbok, sedelok, kiye lagi njupuk ciduk.”
“Iyo, Ndang cepet yak,”
“Iyo, Mboke.”
Tarno, mulai membersihkan lumpur air yang menggenang, dengan alat sederhana buatan tangannya sendiri. Ayunan, demi ayunan tangan membersihkan air-air yang masuk ke dalam rumah. Untung saja, hujan mulai mereda. Namun, angin semakin merajalela saja. Hawa sejuk, tiba-tiba berubah menjadi hawa kutub utara di Antartika.
****
Hujan semalam  menyisakan rasa penasaran yang teramat dalam. Baru sekali terjadi peristiwa semacam itu. “Aneh,” kata Mbok Syiem. Pasalnya tak mungkin bumi setinggi ini dapat terjadi banjir intensitas kecil. Walaupun kecil, tapi menghebohkan seluruuh penghuninya.
Mengubah jalan-jalan berlumpur. Mengisi kolam-kolam kering dijalanan. Tanah-tanah menjadi becek. Termasuk jalan yang sering dilewati oleh Mbok Syiem. Pohon-pohon kehilangan pondasinya. Daun-daun muda berguguran. Bunga-bunga layu. Buah-buah tak dapat tumbuh.
Setelah melihat situasi disekitar rumah, Mbok Syiem mulai memikirkan, bagaimana kondisi lapaknya. Apakah baik-baik saja? Ataukah roboh terbawa angin? Atau rusak parah tertimpa pohon beringin disamping  lapaknya itu? Mbok Syiem mulai berfikir, dan memanggil Tarno untuk menemaninya mengintip lapaknya yang ia tinggal kemarin.
“Tarno.., ayo ndang niliki lapake mboke.”
“Iyo Mboke mengko ndisit. Nyonge lagi resik-resik kiye mboke…, arep ngajak Nyong maring ndi?”
“Lah, Koen, kiye arep tak ajak  niliki lapake Nyong…, gelem apa ora kiye?”
“Iyo, mboke Nyong gelem, ayo!”
“Ayo, Nadang….”
Sambil menyikapkan kain batik yang menutupi tubuh rentanya mbok Syiem melangkahkan kakinya dengan cepat. Tak peduli licinnya jalan, tak peduli lintah hinggap dikakinya. Kaki-kaki rentanya dipaksa menjajaki tanah-tanah lumpur, menuju lapaknya.
Sesampainya dilapak, Mbok Syiem langsung mengecek rumah dagangnya yang telah rata dengan tanah. Hawa dingin yang mencekam tak dihiraukan olehnya. Mbok Syiem bingung. Sedih, bercampur syukur karena raganya masih bernyawa.
“Tarno, piye kiye, ngesok orak iso dagang maning.” Keluh Mbok Syiem kepada TArno Menantunya.
“Sing sabar Mboke, ngesok, Nyong ngewangi Mboke ndandani warung kiye yo?”
“Tapi No, kiye warung jamanne Mbahe Sutinah, warung kenangan Kiye?”
“Iyo, Mbok ayune, mengko kiye didandani maning kaya mbiyen.” Ujar Tarno menenangkan Mbok Syiem.
Mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Tarno, Mbok Syiem kembali tenang. Tarnopun mengajak kembali Mbok Syiem. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya mbok Syiem menyesali apa yang telah terjadi.
Memang bukan kesalahan Mbok Syiem sepenuhnya  akan tetapi melihat itu semua hati mbok Syiem hancur berkeping-keping. Tidak menyangka dan tidak menduga. Keasria, kesejukan, serta kenyamanan Wonosobo larut diterjang air bah yang datang.
Kehidupan Mbok Syiem masih Panjang. Dia bingung dengan cara apa dia mendirikan lapaknya lagi hingga mirip seperti dahulu. Begitu banyak kenangan. Sewaktu dia kecil,ia bermain, belajar, sambil membantu ibunya yang berjualan Mie Ongklok.
****
Sehari kemarin, Mbok Syiem hanya termenung dan meratapi nasib yang Tuhan berikan kepadanya. Hingga  nsipun seperti rasa jamu. Pahit dan tak sedap lagi. Daerah ini memang penuh kenangan. Tidak hanya ia dibesarkan di kota ini. Namun, perjuangan hidupnya pun berada di tempat yang memiliki pesona  dunia.
Sambil memandangi foto kedua orang tuanya yang using. Ia berharap ada sebuah sinar harapan untuk mendirikan lagi semen kenangan dan batu bata semangat. Sutinah anak bungsunya sangat prihatin melihat keadaan  simbok tercinta.
“Mbok, dimakan dulu ini nasinya? Lapaknya mau diperbaiki sama mas Tarno Mbok.”
“Iyo, Nduk Mengko Ndisit tah. Ya, tapi opo iso mbalekake kenangan simbok karo simbahmu Nduk?”
Iyo, Mboke, sing sabar yak? Sutinah, bakal nyengke mboke maning.”
“Iyo Nduk, yo wis Nyong arep ngadep gusti ndisit.”
Kekecewaan itu sangat dalam hingga tak dpat mengembaklikan senyum riang Mbok Syiem. Wajahnya yang sudah mulai keriput bertambah kusam sejal tragedi dua hari yang lalu. Tubuhnya semakin rapuh. Tak berdya. Semangat yang dulu selalu hinggap di wajah cantiknya, kini tinggal kenangan.
Senyum Mbok Syiem telah surut. Mie Ongklok kehilangannya. Semenjak itu, Mbok Syiem tak lagi membuat Mie Ongklok. Hanya Sutinah yang membuat Mie sendirian. Tidak dengan Mbok Syiem. Setelah kejadian itu, mbok Syiem menjadi sakit-sakitan. Dia hanya bisa berbaring didipan kesayangannya. Tak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
Raganya yang mulai senja, dserta tekanan batin, telah menurunkan semagantnya selama ini. Kegembiraannya, keceriaannya ketika menceritakan tentang Wonosobo yang megah dan indah. Berhawa sejuk kepada anak-anaknya kini hilang dan lenyap.
Tarno pun merasa khawatir dan ikut prihatin. Ia merasa bersalah karena belum mampu memperbaiki lapak ibu mertuanya itu. Hanya saja belum memiliki tambahan uang untuk membangunnya. Kebutuhan sehari-hari saja masih kekurangan.
****
Wonosobo kota penuh kenangan bagi Mbok Surti, kota persinggahan yang sejuk menaburkan aroma ketentraman. Ketika memandangnya serasa di surga. Pernah suatu hari Mbok syiem diajak oleh ibunya pergi ke luar kota. Dan dia bilang kepada ibunya bahwa ia bersyukur memiliki temapat tinggal  di Wonosobo yang sejuk.
Danau tiga warna yang menggambarkan ciri khas kota budaya ini. Inilah yang tak dapat dilupakan oleh mbok Syiem. Banjir yang meluluh lantahkan bumi ini. Pecah sudah, tak ada lem perekat yang mampu merangkainya kembali.
Kediamnya memang tak roboh, tapi bangunan penuh kenangan itu telqh hqncur bersama kenangan itu. Memori yang akan terus membayang-banyangi kehidupan Mbok Syiem.  
Ketegarannya pun tergoyahkan. Begitu juga senyum manis yang terukir dari bibir merahnya. Daun sirih dan seperangkat menginang tak lagi dipakainya. Tak ada gairah lagi di raganya. Hanya denyutan nafas saja. Ibarat bahasa hidup enggan mati tak mau. Sungguh malang nasib mbok Syiem.
Pelanggan setianya sudah rindu dengan Mie Ongklok buatannya. Termasuk Mister Jhon yang begitu mengagguminya. Mister Jhon kagum akan semangatnya. Semangat yang patut dicontoh. Semangat itu telah menghilang.
Tak hanya anak-anaknya saja yang kehilangan senyum Mbok syiem.  Pelanggan mancanegara maupun lokal. Mie ongklok penuh cinta dan penuh keikhlasan. Dibuat dengan bumbu senyuman.
Mbok Syiem memang memiliki watak yang sedikit keras namun disiplin. Walaupun begitu dia tidak pernah memarahi bahkan bersikap seenaknya sendiri dengan anak-anaknya.  Mbok Syiem mengajarkan kepada ank-anaknya bahwa mereka harus tegar menghadapi segala cobaan yang diberikan.
Jangan pantang menyerah dan tak boleh mengeluh. Sutinah lah yang mewarisi sifat dan watak mirip Mbok Syiem. Dengan senyumannya yang khas ia menasihati anak-anaknya. Kemarahan yang dialaminya dipendam sendiri tak pernah ia ceritakan kepada orang lain.  
Mengerti seseorang dan mengerti keadaan adalah ajaran pertama yang ia ajarkan kepada keturunannya. Kata-kata Mbok Syiem sudah terpatri dihatinya. Tak dapat dihapus layaknya sebuah tato.
Begitu kagumnya Sutinah kepadanya. Hingga ia berniat untuk menemaninya di kota yang berhawa sejuk ini. Suti ingin merawatnya. Saat-saat terakhirnya. Bukan karena ingin menguasai rumahnya. Tapi rasa tanggung jawab yang ada dan pengabdian Mbok Syiem Selama ini kepada Suti.
****
Mbok Syiem telah terbaring lemah, tak berdaya. Dia hanya tidur dan sesekali mengiggau tentang Mie Ongklok. Tensi darahnya yang tinggi dan terkena stroke. Kekuatannya sudah hilang.
Asap dapur yang setiap bagi sudah diteriaki oleh suara Mbok Syiem tak lagi ada. Hanya nyayian serigala pagi yang menyambut kepulan asap itu.  Mie Ongklok benar-benar menjadi nyawa bagi Mbok Syiem.
“Mbok, diminum dulu the angetnya.” Sambil mengangkat kepala Mbok Syiem yang terbaring lemah.
Air menetes di pipi Sutinah. Ia tidak tega melihat ibunya terbaring lemah seperti itu. Dengan beruaraian air mata. Ia mengusap seluruh anggota badan ibunya. Memandikannya. Menyuapinya. Namun, satu hal yang belum dia lakukan memperbaiki lapak dimana ibunya dulu berjualan.
“Maafin Sutinah ya Mbok…, Tinah belum bisa memberikan apa yang mbok inginkan. Karena anakmu ini belum punya uang untuk memperbaikinya mbok.” Ujar Sutinah
Tiba-tiba saja ada yang menepuk Sutinah. Ternyata Mister Jhon.
“Can I help you Mister?”
“No, I can’t, I just visited your Mother. How your Mom?”
“This is Situation, you can looked him.”
Be patient. I  have a little money, maybe this can help the cost of your mother
“No, Mister ”
“Please….”
“It’s ok Mister, thank you very much”
“Ok.”
Tak sengaja Mister Jhon melihat Mbok Syiem. Ia sedikit menggerakan badannya. Memberikan isyarat. Mengungkapakan rasa terima kasih kepada Mister Jhon. Bibirnya hanya bergerak sedikit tanpa mengeluarkan suara. Dan maksud itu telah telah dimengerti oleh Mister Jhon. Ia menganggukan kepalanya.
Sutinah benar bahagia, begitupun dengan Mbok Syiem yang kembali menyunggingkan senyumannya. Walau tak sesempurna dulu. Tapi itu lebih penting dari pada tidak sama sekali.
            Lapakpun telah siap dibangun. Dengan bantuan Mister Jhon, Tarno mulai bersiap-siap membenahi lapak yang diterjang angin dan hujan deras. Dan kini senyum Mbok Syiem kembali lagi. Meskipun raga tak dapat bergerak. Namun, hati dan jiwa tetap pada Mie Ongklok. Ya kedai Ongklok “Senyum Syiem”
===Tamat===

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Categories

Unordered List

Zawa Clocks Sumber : http://fatholthearseko.blogspot.com/2011/09/pasang-jam-mickey-mouse-di-blog.html#ixzz2HXe2rGXS

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kaliwungu, Kendal, Indonesia
Pengalaman adalah guru terbaik

Followers


Tag Cloud

MENULIS MERUPAKAN SALAH SATU HOBI YANG TIDAK PERNAH AKU KETAHU. MENULIS PULA TELAH MELATIH DAYA INGATKU.. SO BEGITULAH PERTEMUANKU DENGAN MENULIS
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info