Enter Header Image Headline Here

Kamis, 04 April 2013

PAGAR IMPIAN



Aku memang bukan terlahir dari rahim seorang penulis. Namun tekadku menjadi seorang penulis adalah sebuah mimpi terindah. Akan tetapi mimpi itu terhalang oleh  pagar tinggi. Sulit dirobohkan. Bahkan dengan serangan buldoser sekalipun tak mampu merobohkannya. banyak pertentangan dalam menggapai impian. Jalan penuh kerikil tajam meyulitkanku tuk bergerak.
Cita-citaku menjadi seorang penulis tak direstui  kedua orang tuaku. Kuperlihtkan hasil karyaku kepada mereka, tetap saja mereka tak peduli dengan karyaku.  Perjuanganku tak gentar sampai disini.  Sampai darah ini tak mengalir hingga deta jantung tak berdeta k aku akan terus menggapai impianku.
Suatu saat nanti akan ku buktikan bahwa aku bisa dan mampu. Ingat perjuangan masih panjang. Biarkanlah nasihat dan tentangan itu sebagai jembatan menuju impian . buktikan kepada mereka bahwa kamu bisa. Tunggu saja waktunya.
Tak henti-hentinya kutulis setiap imajinasi dalam cerpen maupun puisi. Walaupun karyaku masih peru perbaikan dan masih banyak kesalahan. Tak gentar, ku coba dan kucoba. Dan akhirnya, satu petikan puisiku terbit juga. Meskipun hanya di wilayah lokal. Tak apalah, inilah satu langkahku untuk menggapai impian.

Perih Cinta Sesaat



Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak mau merajut cinta dengan seorang laki-laki sebelum aku bekerja. Aku juga telah berkata kepada Bundaku kalau aku tidak akan memiliki seorang pacar sebelum aku mempunyai pekerjaan. Di bulan Maret kemarin, seorang laki-laki mencoba mendekatiku. Bermula dari jejaring sosial. Selidik punya selidik setelah melalui pendekatan selam satu bulan, baru aku ketahui ternyata dia adalah kakak kelasku semasa SMA dulu.
            Hubungan ini, terus berlanjut hingga aku dan dirinya sebut saja namanya Desta. Lelaki yang untuk pertama kalinya mengambil hatiku. Kelucuannya, tingkahnya yang menggemaskan serta mampu memberikan warna setiap kata-kataku, sehingga aku bertekuk lutut terhadapnya dan perjanjianku roboh, layaknya rumah yang pondasinya kurang kuat. Aku menyanyanginya sepenuh hati. Sampai aku mengorbankan kepercayaan Bundaku terhadapku. Ya, aku rela berbohong demi Desta
            Setiap hari Desta mengirimkan pesan singkat yang membuatku tertawa. Tak hanya itu, perhatiannya terhadapku membuat hari-hariku yang sepi menjadi ramai. Ketika itu aku begitu merasakan betapa indahnya jatuh cinta. Hati ini seperti musim semi di Jepang penuh bunga sakura yang gugur dengan indahnya. Aku hanya bisa membalas pesan singkat dengan sebuah senyuman.
            Lewat pesan singkat Desta mengiriirmkan kata-kata yang maknanya tersembunyi mengabarkan kepadaku bahwa dia mengingkan seseorang tuk mengisi kekosongan hati. Sontak aku bertanya-tanya, apakah ini benar ia membbutuhkan hati tuk mengisi hatinya.
            Seminggu setelah ia mengirimkan kata tersebut, kita bertemu saat  aku selesai mengikuti istighosah bulanan di pondok dekat rumahku. Aku dan Desta sebelumnya telah sepakat bahwa kita akan bertemu disana. Namun, setelah aku tunggu beberapa lama, dia pun tidak nampak. Kemudian dia mengirimkan pesan singkat bahwa dia telah mennungguku di angkringan dekat pohon cemara. Kemudian aku menuju angkringan tersebut. dan disanalah kita bertemu.
            Hanya pembicaraan yang singkat, dan ia menanyakan, apa jawaban yang akan aku berikan kepadanya. Apakah aku menerimanya atau tidak. Aku akan memberikan jawaban jika dia mau menyatakan perasaanya terhadapku didepan mukaku. Dan Destapun mengatakannya didepan mataku.  Tapi aku menunda jawaban itu, aku mengatakan lepadanya , aku kan memberinya jawaban secepatnya.
            Kemudian aku pulang dengan kawanku. Sesampainya dirumah, dering pesan singkat dihandphoneku berbunyi, telah kuduga bahwa pesan singkat itu berasal dari Desta. Laki-laki yang telah merengkuh hatiku. Pesan itu berisi, bagaimana jawabannya. Iya tunggu sebentar ya.
            Tak selang berapa lama, aku menjawab pertanyaannya dengan rangkaian puisi dan aku menjawabnya iya, aku terima cintamu. Tepat empat bulan kita berkenalan 30 Juni 2012 aku resmi menjadi pacarnya. Hariku semakin indah. Berangkat kuliah tak lagi susah berdesakan di dalam Bis kota.  Berboncengan mesra. Serasa dunia ini milik berdua saja.
            Malam minggu yang biasanya kelabu, kini menjadi terang benderang hingga kupu-kupupun hinggap di setiap detak jantungku. Aku sering bepergian di angkringan serta bermain internet gratis disekitar area angkringan itu. Lokasinya tepat di sekolah kita dahulu. SMA tercinta. Kami sering berselancar didunia maya. Apapun yang kumau pasti dia turuti.
            Sebulan sudah kita lewati perjalanan cinta ini. Namun, tak semulus yang aku bayangkan. Keributan kecil mulai muncul. Bermula dari aku yang sibuk dengan organisasi kampusku. Pulang telampau sore, dimana Desta tak menyukainya. Hingga ia sedikit berubah denganku. Dulu ia tidak pernah telepon aku tengah malam, kini ia sering telepon aku tengah malam. Mengganggu tidurku juga tidur keluargaku. Ibuku terasa terusik dengan itu semua. Caci maki tak luput dari hari-hariku.
              Tiap malam ia terus menelponku, dari tengah malam sampai dini hari. Dan akupun jatuh sakit. Lagi-lagi Bunda memarahiku. Beliau mengatakan agar aku tak usah menggubris telepon darinya. Karena sayangnya aku denganya, nasehat Bunda ku abaikan. Amarah Bunda semakin meninggi, semakin tinggi pula ketidak pedulianku terhadapnya. Bunda diam aku tambah diam. Tapi masih terbesit rasa bersalahku. Namun, rasa cintaku tak mampu terkalahkan.
 Tepat dini hari Desta telepon aku. Mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, ku sangat bahagia, dan kukira masalah aku dan  Desta selesai, ternyata tidak. Kebahagian itu tak bertahan lama. Karena itu pula aku ditawari dua pilihan yang mempertaruhkan harga diriku sebagai seorang wanita serta keduanya tak menguntungkan bagiku. Saat itu pula aku memutuskan aku memilih salah satu dari pilihan itu.
            30 Agustus 2012 bertepatan pula dengan umurku ke- 19 tahun. Tepat pula dengan berakhirnya hubunganku bersama Desta. Air mata mengalir dengan derasnya. Tak mampu berhenti. Tak mampu berkata-kata. Saat itu pula nyawaku hilang, tak ada gairah untuk beraktivitas. Ketika itu aku belum terima kalau hubungan ini berakhir sampai disini. Hanya saja aku tak mampu mengungkapkan perasaan bahwa aku masih mencintainya.  Teman-teman yang selalu menyangiku melakukan hal apapun untuk menghilangkan rasaku terhadapnya.
            Akun jejaring sosial di blokir olehnya. Siapa bilang akunku diblokir sehingga aku tidak bisa mengawasinya?. Itu salah besar, jejaring sosial yang sangat canggih memungkinkan penggunanya tidak hanya memiliki satu akun saja melainkan user bisa memiliki dua bahkan lebih. Dengan akun jejaring lainnya aku memantau aktivitasnya. Ketidak sanggupanku melupakannya membuat aku tak berdaya. Tidak mampu berkonsentrasi di dalam kelas, nilaiku jatuh. Ternyata hal ini mampu membangkitkan  semangatku dan menyadarkanku jika laki-laki itu tidak cuma satu. Masih banyak laki-laki yang lebih baik darinya.
Sebulan setelah itu, ada seorang wanita yang mengirimkan message kepadaku dan bertanya ada hubungan apa  aku dengan Desta, aku jawab kita tidak ada hubungan apa-apa. Kita sudah putus. Sebelum wanita yang bernama Uci itu menanyakan, Desta mengirimkan pesan lewat aku jejaring sosial Ucik yang berisi penghinaan terhadapku. Hatiku serasa remuk dan tak terbayangkan lagi betapa sakitnya.
Lebih menyayat lagi, Ucik mengabarkan bahwa dia sudah berpacaran dengan Desta setahun yang lalu. Lebih lama dariku, dan terlebih sebelum Desta mengenalku. Aku kaget dan tidak menyangka bahwa Desta telah membohongiku. Aku benci dan benci serasa oksigen tak mau masuk di hidungku. Seketika cintaku musnah dan hancur berkeping-keping.
Penyesalanku mengakhiri hubungan ini hilang seketika. Tak ada penyesalan lagi untuknya. Kekerasan yang dia lakukan terhadapku membuatku trauma, dan berhati-hati dalam memilih seseorang. Kekecewaanku musnah, aku mengikuti perkataan temanpteman yang menyanyangiku. Saat ini pula aku tersadar bahwa perkataan orang tua itu benar adanya, Bunda, maafkan aku. Teruntuk Desta semoga kau menyadariu bahwa sikapmu itu pengecut,  semoga kau tak mengulanginya pada wanita lain,  cukup aku saja yang kau sakiti.

Senin, 01 April 2013

JILBAB TARA


Kiky Kikok
Petikan cinta Tara telah membekas dalam sanubari Pram. Laki-laki yang telah memanah hati Tara. Memang tak lama, namun sikap yang dilakukan gadis pujaannya itu telah meluberkan kebekuan hati Pram. Entah mengapa memori itu sulit sekali dihapuskan. Begitu besar gaung yang telah ditorehkan. Tara memang bukan gadis biasa, sifat dan cara berfikirnya jauh sekali dari usianya. Alur pikirnya lebih dewasa dari usia. Bukan pemikiran tentang sesuatu hal yang negatif akan tetapi hanya hal positif. Pria mana sih yang tidak larut dalam lontaran argumen Tara, termasuk Pram.
20 Oktober 2011
Hujan turun lebatnya, indra mata hanya bisa memandang satu meter saja, karena terhalang oleh derasnya air yang turun. Sosok gadis berjilbab besar turun dari angkot dengan  membawa payung berwarna biru, begitu anggun. Ia berlari kecil agar tak terkena rintikan air hujan. Walaupun membawa payung, tak ada perlindungan seratus persen. Gadis itu terus melangkahkan kakinya tuk menuju peraduan.
Tarrrr...” Suara petir menyambar diiringi kilatan cahaya 300 Km/jam.
Tak ada ragu pada diri Tara, ia terus melangkahkan kaki mungilnya yang ditutupi oleh rok panjang besar yang basah akibat terjangan hujan deras malam itu. Kurang 5 meter lagi, jauh memang tapi begitu dekat bagi Tara.
Sampailah, Tara di Gubug peraduan, mungil sempit, pengap dan terkadang air hujan merembes ke atap yang tak layak lagi sebagai atap. Namun, bagi Tara semua itu adalah surga di dunia. Surga yang tak dapat ditandingi oleh kemewahan dan kemegahan istana Barbie. Yah, Tara memang gadis sederhana, tidak neko-neko. Toh, banyak tawaran untuk memperbaiki rumahnya itu, tapi dia menolaknya, dengan alasan rumah ini adalah kenangan bersama kedua orang tuanya. Ayah ibu Tara telah meninggal satu tahun lalu akibat kecelakaan. Tara tidak menyangka orang yang disayanginya begitu cepat meninggalkannya. Kini, dia jadikan peristiwa itu sebagai bahan bakar yang akan membakar motivasinya untuk meraih apa yang mereka inginkan.
“Klek...klek”suara Tara membuka pintu rumahnya.
Tara langsung bergegas untuk mengganti bajunya yang basah kuyup. Air mata langit yang menetes begitu derasnya menjadikan malam–malam beku. Gelap langit detik ini tak hangat gelap malam menjadi kaku. Tara mencoba merebahkan tubuh mungilnya, akan tetapi matanya tak bisa terpejam. Tara memang tidak bisa tidur ketika hujan tiba. Dingin menusuk rapuhnya tulang Tara. Tak tahu sampai kapan sangkar emas ini akan mengurung Tara dalam kesedihan terdalam.
21 Oktober 2011 
Denting waktu fajar telah menyambut asa penantian Tara. Tepat 19 tahun yang lalu, dunia telah menyambutnya dengan suka cita. Gelak tawa bahagia menyambutnya. Namun, ada tangis harap mengiringi langkahnya. Buaian lembut tangan wanita yang berkorban untuk meregang nyawa untuk membawanya menyambut dunia. Hari–hari Tara penuh rasa suka cita walaupun tak banyak harta yang dimilikinya.
“Hari ini, aku kembali mengingat memoar masa lalu, saatnya aku untuk merenungi kembali apa yang telah aku lakukan.” Renungan hati Tara.
****
            25 Oktober 2011
Ditemani sinar mentari Tara menyusuri jalanan sepi, tanpa nyawa di sana, hanya Tara, malaikat, dan tuhan. Melangkah dengan tegap menuju gudang ilmu, di sanalah Tara bisa mencari kehangatan hati, dan kesejukan dalam pikirannya. Entah mengapa Tara bisa menghabiskan waktu cukup lama disana. Hingga ia tidak tahu bahwa, diam-diam Pram memperhatikan setiap gerak-gerik. Secara sembunyi-sembunyi dia juga memotret setiap tindakan Tara.
“Tara…. ” Sapa Pram
“Iya, Pram…, ada apa?”
“Tara, kamu hari ini ada kuliah nggak?”
Nggak ada, ada apa Pram?
Bagaimana kalau kita mengerjakan tugas kuliah kita?”
Baiklah Pram, jam berapa?”
Sekitar pukul tujuh malam, bagaimana?”
Mmm, baiklah.
***
Kali ini Tara merasakan hal yang belum pernah ia rasakan. Terlalu lugu dengan bait itu. Sampai-sampai dia terjerumus dalam madu-madu asmara.
“Tara, mau kemana?”
“Aku mau ke Perpus.”
“Oh, boleh ikut?”
“Ya boleh lah Pram, perpus kan bukan milik aku.”
“Hehe, kamu bisa juga ya bercanda.”
“Iya, dong.”
Tara belum pernah sebahagia ini. Tertawa lepas. Kehadiran Pram mampu memberikan warna hidupnya. Ya, pria itu telah mencuri hatinya. Namun tak berani dia lontarkan karena ketakutan.
***
Sebulan sudah Tara akrab dengan Pram. Kemanapun Pram pergi Tara selalu diajaknya. Dan kemana Tara pergi Pram mengikuti. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati. Entahlah. Padahal sebelum bertemu dengan Pram, Tara selalu menutup diri. Berbicara saja jarang, waktu luang ia gunakan untuk membaca di perpustakaan kampus.
“Hai, Tar…” suara Pram berbisik.
“Hai juga,”
“Nanti malam ada acara tidak?”
“Mm, nggak ada.” Sambil membaca buku.
“Kalau begitu nanti malam datang ke taman ya?”
“Insya Allah…,”
“Baiklah aku tunggu.”
***
 Sesuai kesepakatan pagi hari tadi. Tara menemui Pram di Taman kota. Hingga ia bingung harus mengenakan baju yang mana. Seperti bukan Tara. Setiap hari tara selalu tampil apa adanya. Mengenakan kerudung berhias bros kupu-kupu dibagian kanan dadanya. Namun kali ini ia semangat sekali memilih-milih baju. Apakah ini menandakan virus cinta mulai menyebar  di Pikirannya.
Blouse batik bunga berwarna biru telah menghiasi tubuh Tara. Sepatu putih tak berjinjit mulai dikenakan Tara. Tak lupa hijab dengan bros kupu-kupu di dadanya. Dengan langkah layaknya prajurit perang yang akan menghadapi musuh. Cepat dan sigap. Tak sampai 20 menit ia sudah sampai di Taman kota.
Tara duduk di bangku dekat kolam air mancur. Ditemani sorot lampu taman. Sembari menunggu kedatangan Pram, ia menikmati suasana malam hari di kota. Tak lama Pram pun datang dan menepuk pundak Tara.
“Hai,” ucap Pram.
“Hai juga.”
“Sudah lama?”
“Nggak kok. Sebenarnya kamu mau bicara apa sih?”
“Mm, masalah tugas kemarin.”
“Oh, tentang tugas kemarin aku juga belum faham. Kamu bisa jelasin lagi nggak?”
“Ok, kita mulai ya.”
“Baiklah.”
***
Tara merasa tak puas bertemu Pram malam itu. Serasa ada yang disembunyikan oleh Pram. ‘Kapan ya cinta itu akan menjemputku?’ ucapnya dalam hati. ‘Apakah ku lepas hijabku ini?’ ‘Ah, hijab ini membuatku terlihat buruk’ Hati dan dan logika Tara bertolak belakang..
Demi cinta harus melepas hijab, untuk menarik perhatian. Apakah ini yang dinamakan cinta. Cinta yang membutakan segalanya, akan melakukan segalanya demi cinta. Haruskah cinta bersikap seperti itu. Persepsi cinta yang difikirkan oleh Tara. Tara membuka tumpukan buku dalam kardus di bawah tempat tidurnya. Ditulisnya alphabet demi alphabet hingga tercipta rangkaian kata yang menceritakan kisahnya, kisah kegalauannya. Seraya ia berkata dalam hati sembari memandangi jilbabnya. ‘Jilbabku, aku tak mampu meninggalkanmu, tapi aku juga tak bisa mendekat dengan Pram, jika ada kamu. Aku risau, aku gundah’.
Pipi Tara dibasahi hujan air mata. Bak air hujan dikala badai. Tara bersujud kepada pencipta segala pencipta, dia berdoa meminta petunjuk kepadaNya.
“Ya, Allah, ampunilah, dosa hambamu ini, hamba bingung, dengan kehidupan hamba sekarang ya Allah. Seruanmu telah ku jalani hingga saat ini, namun hamba bingung ya Allah antara gejolak jiwa dalam hati tentang pilihan. Berikanlah petunjukmu ya Allah. Jika dia terbaik untukku maka dekatkanlah ia denganku, jika tidak, jauhkanlah aku darinya, Amin.”
***
            Tidak terjadi apa-apa pada Tara. Pagi ini Tara bertemu dengan Pram diparkiran kampus.
            “Hai, Tara….” Sapa Pram
            “Halo, tapi alangkah lebih baik mengucapkan salam.” Jawab Tara.
            “Oh, iya.., hehehe.”
            “Ok, aku duluan ya? AssalamualaikumTanya Tara
            “Ya, baiklah Tara. Waalaikumsalam.”
            Dalam hati kegundahan kembali, apakah pertemuan tadi jawaban dari doanya ataukah hanya kejadian biasa. Semenjak Pram masuk dalam kehidupan Tara, ia menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Hidup sebatang kara di kota yang terkenal kejam ini, membuat Tara semakin tegar menjalani kehidupan.
            “Jika Pram benar ingin mengenalku lebih dalam, pastilah ia mampu menerima aku apa adanya. Jika tidak berarti hanya main-main saja. Akan ku pertahankan jilbabku yang telah menemaniku sedari kecilku. Terima kasih Ya Allah Engkau telah memberikan jawaban yang tepat untukku.” Ucap Tara dalam hati.
            Kiky kikok adalah nama Pena dari Rizki Agustya Putri, Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang.

Popular Posts

Recent Posts

Categories

Unordered List

Zawa Clocks Sumber : http://fatholthearseko.blogspot.com/2011/09/pasang-jam-mickey-mouse-di-blog.html#ixzz2HXe2rGXS

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kaliwungu, Kendal, Indonesia
Pengalaman adalah guru terbaik

Followers


Tag Cloud

MENULIS MERUPAKAN SALAH SATU HOBI YANG TIDAK PERNAH AKU KETAHU. MENULIS PULA TELAH MELATIH DAYA INGATKU.. SO BEGITULAH PERTEMUANKU DENGAN MENULIS
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info