By: Kiky Kikok
“Hai… tunggu!” teriakku.
Teriakannku tak menghentikan langkahnya. Mengejar Shonoko
yang berlari tanpa aku ketahui penyebabnya. Bak tertepa angin berkekuatan 250
km/jam Shonoko hilang tanpa bayangan. Aku
terengah-engah hingga oksigen hampir saja enggan mendatangi paru-paruku.
Lalu,
aku palingkan pandanganku. Pikiranku menimbun banyak pertanyaan. Ada apa
disana? Adakah Hantu? Ah, mana mungkin, siang bolong seperti ini mana ada Hantu
atau tetangga-tetangganya. Kalau bukan mereka lantas siapa? Manusia? Ah tidak
mungkin. Mana ada manusia yang nunjukin batang hidungnya di tempat ini. Hutan
Sashimi.
Hutan
Sashimi. Salah satu hutan terlarang. Kata ibuku, tempat ini menyimpan sejuta
Misteri. Berarti masih sedikit dibandingkan yang ada di pantai Selatan,
berkisar se-Milyar misteri. Shonoko, ya Shonoko.
Aku harus bertemu dengannya. Kutelusuri hutan larangan ini, demi Shonoko.
<3
Aku
terus berjalan menyusuri rerimbunan pohon di hutan ini. tak terasa cahaya
semakin meredup. Mentari mulai beristirahat untuk esok. Tapi sayang, bulan
enggan datang untuk menerangiku malam ini.
“Woi, ku bunuh kau ?!”
Teriakan itu , memekakan telingaku. Firasatku, lokasi
teriakan itu tidak jauh dari tempatku berdiri. Lagi, aku bertanya. Siapakah
gerangan yang berteriak itu? Rasa-rasanya gerakan langkah kaki ini seperti ada
yang mengikuti. Apakah ini ada hubungannya dengan Shonoko? Hah? Kenapa aku
memikirkan Shonoko? Ada apa ini. Sudahlah aku, harus mencari markasku yang
telah dihilangkan oleh Patroli malam.
“Hei,
Kamu!” teriakan laki-laki
Sepertinya
kali ini, ada yang membuntutiku. Aku harus segera bersembunyi di balik tenda
daun kelapa.
“Hei…
siapa itu?!” teriak sang jendral
Gerakanku yang secepat gelombang cahaya. Membuat mereka
kehilangan jejakku. Mereka telah melewati tenda tempat tinggalku. Aku pun menertawakannya.
Hahahahaha.
Keluarlah aku dari sarang burungku. Dan kulanjutkan
perjalananku keluar dari Hutan ini.
<3
“Dasar, prajurit bodoh! Mencari cecunguk itu saja tidak
sanggup.” Teriakan Jendral.
Para prajurit hanya terdiam. Tak mampu berucap. Mereka
tak mampu melawan pimpinan mereka. Apa mau mereka jadi santapan lezat sang
Jendral. Itu tidak mungkin mereka lakukan.
“Baiklah, kalian kali ini saya ampuni. Tapi hari ini
kalian harus mendapatkan buronan kita. Jangan lupa, dan harus tetap diingat itu
adalah santapanku, jadi kalian harus mendapatkannya.” Kata Jendral dengan
tegas.
“Baik Jendral!” jawab prajurit serempat.
“Oke, kita lanjutkan perburuan kita.”
<3
Tinggalkan
sang Jendral dan para prajuritnya. Masih di hutan sashimi. Aku tak dapat keluar
dari hutan ini. Arah jarus kompaspun menipuku. Seolah aku berada di dunia
sihir. Aku mulai gelisah, persediaan
makananku mulai menipis. Tidak ada warung, apalagi supermarket. Bagaimana aku
bisa membeli makanan?
“Tenang,
untung saja masih ada tumbuhan milik Tuhan.” Batinku.
Tiba-tiba
saja suara gemuruh mulai terdengar. Semakin jelas. Dan mendekatiku. Kuberanikan
diri untuk mengintip dibalik semak-semak hutan. Lagi, kulihat Shonoko berlari
begitu kencang. Dia berlari tanpa
tujuan, seraya berteriak meminta tolong.
Ingin
rasanya aku menolongnya. Apa ada keberanianku hilang. Aku hanya berani
membantunya lewat doa. Kulihat lagi, prajurit
dan Jendral berlari kea rah yang sama. Persis dengan arah larinya Shonoko.
Terlalu
sering aku bertanya. Hingga otak ini lelah menampung ribuan eh, banyak
pertanyaan ketika melihat Shonoko, Jendral beserta anak buahnya. Jika otakku
mampu bicara. Pasti ia akan mengatakan, stop bertanya lagi. Dia akan marah dan
keluar dari tempurung otakku. Tapi nggak mungkin akan terjadi.
Kali
ini, aku harus bisa keluar dari hutan Shasimi. Bodohnya aku tidak percaya apa
kata ibundaku. Dan Shonokopun ikut andil dalam kekecewaanku. Andai saja, ia
tidak aku suruh untuk menemuiku. Pastilah ia tidak dikejar oleh Jendral bodoh itu.
Shonoko,
teman kecilku. Teman yang selalu menemaniku. Aku juga menyesal, ketika ia juga
melarangku untuk pergi ke hutan termahal ini. ups, terlarang maksudnya. Aku
baru menyadari bahwa di hutan ini benar- benar mencekam. Niatnya menghindari
omelan pacar shonoko. Tapi ternyata malah masuk mulut beruang. Kalau ada
uangnya sih enak, nah ini hanya bau bangkai.
Ah, tapi
ya sudahlah, sudah terlanjur….
<3
Aku
hampir saja tiba di ujung dan akan
keluar.
“Tunggu!”
tangan seseorang memegang pundakku.
Kupalingkan
wajahku ke sumber suara, dan tangannku menggenggap tangan lembutnya. Hampir
saja aku tidak mengenali sosok ini. Cantik, dan tak aku sangka ia akan menemuiku.
“Ibu….”
Kudekap wanita itu dengan hangat.
“Iya,
Nak…, mana Shonoko?”
Aku
hanya terdiam dan tidak bisa mengatakan apa-apa. Karen rasa bersalahku
pada Shonoko.
“Dimana
Nak?”
“E… anu
Bu, Nata hanya ketemu Shonoko yang berlari,”
“Kenapa?
Kenapa ia berlari Nata?” tanya ibuku heran.
“Aku
tidak tahu, ibu. Yang aku tahu dia di kejar Jendral?”
“Apa??”
“Iya ibu.”
<3
Pertemuanku
dengan ibuku, menambah rasa bersalahku kepada Shonoko. Aku semakin khawatir
dengan keadaan Shonoko disana. Karena aku sudah kembali ke peraduanku. Tapi
bagaimana dengan Shonoko? Aku hanya bisa berdo’a, memohon Tuhan untuk menjaga
Shonoko.
Aku
harus menemukan Shonoko. Apapun yang akan terjadi, aku harus mencari Shonoko.
Ya, harus. Aku harus mencari Shonoko. Kulangkahkan
kembali ke hutan Shashimi. Rasa penasaranku terhadap sang Jendral kembali
muncul.
“Hai, tertangkap kau!!”
Dorrrrrrrrrrr!!!