Enter Header Image Headline Here

Minggu, 19 Mei 2013

Tiga Per Empat Jejak



            Senja telah menjemput malam hingga mentari tidak lagi nampak. Kegelapan ini tak meyurutkan langkah kaki ini untuk terus melangkah. Dengan gontai aku terus melaju mencapai impian, panggangan hati menggebu-nggebu untuk ijinkan serat nadi yang musnah di berujuk peraduan. Aku tersesat  sempitnya hiruk pikuk kehidupan. Aku pergi tidak kembali, aku pulang tanpa bekal di tangan, izinkan aku untuk menatap sosok wajah yang berjalan dalam lalu lalangya waktu.
Izinkan aku tuk menghadapmu ya Rabb. Apakah Engkau tahu hambaMu ini telah tersentak,   menghilang tak bersisa hanya jerit tangis mengaung membaur dalam keheningan malam. Ya Rabb ya Rabbi, aku tidak sanggup menahan rasa dalam periuk ini.
Saat aku mendengar gemuruh meriam. Mata tak dapat terpejam. Dan teriakan itu, membangunkanku dari tidurku malam ini. Aku tak kuasa terlelap. Kutengok dapur rumahku, dan aku mencari-cari secuil gandum untuk aku makan. Namun, bukan gandum yang aku temukan. Tetapi, jasad.
“Ayah… bangun Ayah, Ayah….”
Ketika jumpa aku tak merasakan. Ketika jauh aku baru merasakan pengorbanan hati yang engkau berikan kepadaku.... Hingga kurangkai kata untuk mengenangmu.
Aku takut kehilangan
Aku takut pergi..
Aku takut...,takut.... Ya Allah ya Rabb...
Kuatkanlah hambamu ini…, kuatkanlah.
Kuatkan…, kuatkan ya Rabb.
Apa yang harus dilakukan?
Apa dan apa.
Hanya pertanyaan saja yang ada dalam otak.
Ya Allah ya Rabb..., aku harus apa
Aku harus bagaimana?
Aku merindumu Ayah.
*** 
            Kala itu aku mencari dimana ibuku. Ya, ibuku hilang. Aku tak dapat bersua dengannya. Aku sebatang kara. Hanya kedua malaikat dan Tuhanlah yang menjagaku.
Dan kutuliskan rangkaian kata untuk ibu. Kuterbangkan. Berharap pesawat itu menemukan siapa penerimanya.
Untuk ibu
           
Ibu, kemanakah dirimu, ini anakmu merindukanmu. Ayah telah pergi menghadap illahi. Kini kau pun tinggalkanku sendiri.
Ibu…
Aku  rindu ibu. Rindu belaianmu. Aku rindu berjualan bersamamu. Aku kangen gelak tawa lepas bersamu dan ayah.
Ibu…
Kemanakah engkau ? pulangkah Bu, anakmu ini menantimu.
Salam rindu
Topan.
Angin berhembus kencang. Mengantarkan pesawat suratku untuk ibu. Menatap  pesanku  penuh harap.
***
Peristiwa itu benar-benar terlukis dalam hatiku. Tak dapat dihilangkan dengan apapun. Aku masih beruntung, tidak menjadi korban.Ya, nyawaku di selamatkan oleh tetanggaku. Dia merawatku, memberiku makan. Bahkan ia membelikanku pakaian. Tapi semua itu tidak mampu menghilangkan lukisan pembunuhan itu, dari pandangan. Semua itu menjadi bayang-bayang setiap hembusan nafasku.
            Pernah, aku ingin menghapus luka itu. Aku keluar menyapa matahari di pematang sawah. Tapi angin mengantarkan bisikan. Bahwa ibuku juga telah dibunuh. Seakan tersambar petir di pagi hari. Aku berlari menjauh dari tempatku, dan meninggalkan desa itu.
            Aku terus berjalan, mencari dimana ibuku berada. Dan mencari tahu siapa yang telah merenggut nyawa ayahku secara paksa. Dan jika ibuku telah dibunuh juga, siapakah yang telah memisahkanku darinya. Aku tidak tahu menahu. Ku lewati lorong-lorong sempit diantara tebing yang menjulang tinggi.
***
            Truk-truk pengangkut mulai membuat melodi dengan mesin-mesinnya. Gajah besi itu mengangkut batu-batu kali. Pengepul mulai menyiapkan kertas dan bulpennya untuk mencatat berapa jumlah muatan yang keluar.
            Namun, tak kutemukan dimana ibuku berada. Kabar burung yang belum tentu kejelasannya masih mengiang di telingaku. Aku berusaha mencari kebenaran itu. Ah, tapi, lagi-lagi tak mampu. Ya, jawaban itu masih tersembunyi.
            Seperti mencari harta karun saja aku ini. Seharusnya namanku mampu membuka rahasia di balik kematian ibuku. Sebelum itu, aku merasa aneh dengan jasad ayahku. Entah apa yang membuat jasadnya itu seperti ada yang hilang. Dan itu, aku belum juga tahu.
            Sesaat aku merenung. Saat aku dan keluargaku hidup sederhana. Hasil kerja ayahku, cukup untuk menghidupi aku dan ibuku. Kami hanya menggunakan sepeda ketika berpergian. Bahkan untuk liburan saja, aku belum pernah. Ketika itu, aku begitu bahagia. Sekarang, semuanya telah musnah. Saat aku menemukan rumahku banjir darah.
            Suara dentuman kerap memekikan telinga. Membuat malam-malamku menjadi singkat. Bayangan itu semakin kuat dan terus membayangi. Bayang ibuku, ayahku. Senyuman, raut wajah kesedihan yang tak pernah mereka tampakkan dihadapanku.
            Aku tak mampu melupakannya. Kesedihan itu semakin menyesakkan dada. Senyum dan tawa tak lagi nampak. Mungkin hanya malaikat dan Tuhan yang menemaniku. Kusempatkan diri mengenang memori tentang aku, ayah, dan ibu. Begitu riang dan penuh semangat. Namun, itu hanya intermezzo tuk melepas sesak di dada.
***
            Bayangan itu, selalu menyulut dendam. Dendam kepada sosok yang mengambil nyawa ayah, dan memisahkannku dari ibuku. Walau aku tak tahu siapa sosok itu. Tapi suatu saat nanti aku akan tahu. Ya, tahu. Dan aku akan menagih nyawa kepadanya. Dan kan ku tanyakan pula, dimana ibuku.
            Sayatan didadaku semakin perih dan parah. Ah. begitu sakit. Membuat lampu merah di setiap pencarianku. Bukan Topan jika aku tak mampu menahan bara dendam yang semakin membara. Mungkin jika ada telur akan matang dengan bara dendamku. Khayalanku semakin menjadi.
            Nyanyian gajah besi, menambah riuh bunyi genderang dalam batinku. Ya, genderang perang. Tapi aku masih bingung dan selalu bertanya-tanya. Siapakah gerangan. Manusia yang layaknya kanibal. Membunuh, dan menghilangkan salah satu tubuh korbannya. Niat bena manusia itu.
            Sempat aku bertanya kepada setiap orang yang lewat. Mereka acuh. Tak menaruh ibapun kepadaku. Mereka hanya berkata, “Tak tahu Nak. Coba kamu tanya kepada yang lain.” Bertanyalah aku kepada orang lain. Tapi hasilnya  nol besar. Semuanta bullshit. Tak ada yang tahu.
            Tanda tanya semakin besar saja melintas di otakku. Semakin besar dan besar. Membuat aku rindu pada ayah dan ibuku. Pertanyaan, kembali mucul di otakku. Mengapa ayahku di bunuh? Dimana ibuku? Apa salah mereka? Semua itu tidak ada yang mampu mengerti, dan tahu.
            Perjalananku masih sia-sia. Tak ada tujuan yang aku datangi. Kertas kecil yang diberikan ibu, selalu aku simpan. Dan aku mulai menulis. Satu persatu huruf mulai aku rangkai. Mendeskripsikan keluh kesahku. Di temani gemuruh gajah besi. Kurangkai menjadi kalimat-kalimat penuh harap. Ku terbangkan. Ya, berharap ibu menemukannya, dan menemuiku.  
***
            Rintik hujan, mengantarkan suratku kepada ibuku. Terpaan angin menjadi pos kala itu. Tak perlu perangko dan tak perlu pula alamat yang harus aku cantumkan. Karena aku, hanya ingin melihat wajah ibu. Ya, wajah ibu.
            Wajah ibu, yang selalu aku rindukan. Rindu begitu dalam. Semenjak peristiwa itu. Aku tak pernah lagi melihat wajah ibuku. Raut wajah sumringah yang selalu membuat hatiku dalam kesejukan.  Suara ibu agak garang memang, tapi bagiku, bak sutera. Begitu lembut, dan menenangkan kerisauanku.
            Bayangan itu, tak pernah hilang dari ingatanku. Walau sesungguhnya aku sering amnesia, karena benturan waktu kecil. Semoga aku tidak melihat ibuku sama dengan ayahku. Terbujur kaku dan telanjang.
            Aku berharap aku segera menemukan ibu. Semangatku semakin membara, ketika aku melihat jejak-jejak yang memberiku petunjuk untuk menemukan aliran darahku. Menemukan senyum itu kembali. Ingin rasanya ibu melihatku menjadi seseorang yang dapat ia banggakan.
            Ya, tiga per empat jejak. Jejak yang telah membuat tubuh ayahku menjadi potongan-potongan. Bak ayam yang akan di masak. Jejak itu, mengingatkanku pada tragedi bom martil membordir. Kali ini, jejak itu hanya tiga per empat. Bukan satu. Bukan petunjuk penuh diman tempat ibuku.
            “Jejak… kau …” teriakku.








Kampung Anyar, 2013

Selasa, 07 Mei 2013

TREATMENT "NYAWA KENTRUNG"



01.    EXT. KAMPUNG PEMULUNG/ PAGI
Suasana kumuh langsung terlihat ketika cahaya matahari mulai menyorot perkampungan tersebut. Terlihat warga kampung tengah berlalu lalang menjalani aktivitasnya. Terlihat sebuah rumah dengan tumpukan rongsokan yang begitu banyak.

02.    INT. RUANG TAMU /PAGI
PARMAWATI mulai bersiap-siap mencari rongsokan. Sedang TUKIJA menghitung hasil pencariannya kemarin untuk makan hari ini. sering kali terdengar tangis si bungsu. TONI menenangkan adik bungsunya. Setelah adiknya tenang baru ia mulai berangkat sekolah dan tidak lupa membawa kentrungnya.

03.    EXT. KAMPUNG PEMULUNG/PAGI
TONI sedang bermain ketrung. Berlatih untuk mengamen nanti sepulang sekolah. Sambil berjalan menuju8 sekolahnya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tetapi TONI selalu terlambat masuk sekolah.


04.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
BU MURTI mulai membahas pelajaran hari ini. TONI memasuki kelas dengan tergopoh-gopoh. Menarik nafas panjang.


05.    INT. DALAM BIS/ SIANG
Suasana panas membuat penumpang bis merasa kegerahan. Terlihat penumpang bis mengipas-ngipas. Terdenggar teriakan kernet berteriak memanggil penumpang. TONI mulai memainkan kentrungnya. Hingga dua sampai tiga lagu. Bis melaju.


06.    INT. DALAM BIS/ SORE
Terlihat matahari beristirahat di ufuk barat. Tetapi TONI masih terus mendendangkan lagu dengan iringan ketrung. Kali ini ia berganti bis. Dan turun dekat perkampungannya.


07.    EXT. KAMPUNG KUMUH/ MALAM
Terlihat TONI menuju rumahnya. Sambil menghitung recehan yang ia dapatkan hari ini. Sedikit berbecek-becekan. Karena kampung itu habis diguyur hujan.


08.    INT. RUMAH TONI/ MALAM
PARMAWATI terlihat kelelahan. TUKIJA memberikan hasil penjualannya kepada PARMAWATI. TONI bermain dengan adik-adiknya.


09.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
TONI menjalani ujian. TONI mengerjakan ujiannya dengan serius.  Sesekali ia memainkan pensilnya. Terlihat BU MURTI mengawasi dengan ekspresi muka tegang. 


10.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
Kelas sedikit tegang. Karena pembagian raport akan segera dimulai. Akhirnya raport pun dibagikan satu persatu. TONI merasa gugup mengetahui hasil ujiannya. Kali ini raportnya diambilkan PARMAWATI. PARMAWATI mulai membuka raport secara perlahan. Dan TONI tersenyum bahagia.

Sinopsis


Tonijan, seorang anak berusia Sembilan tahun.biasa dipanggil Toni. Memiliki watak pekerja keras, belas kasih. Namun, nasib yang ia terima tidak seindah dunia fana ini. berperawakan kecil, hitam dan sedikit tidak terurus.
Parmawati, ibu Toni, sekitar berumur empat puluh tahun. Memiliki watak sefikit keras. Berperawakan sedang, kulit dekil. Sorot mata tajam.
Tukija, ayah Toni. Pria berkumis tebal berumur empat puluh lima tahun ini. dilihat dari wajahnya memang sedikit garang. Berperawakan kurus, hitam dan sering sakit-sakitan. Pekerjaanya sebagai pemulung. Dengan penghasilan yang pas-pasan dan cenderung tidak mencukupi.
Bu Murti, guru kelas Toni. Berperawkan tinggi agak sedikit tambun. Tegas. Berumur 35 tahun. Kulit bersih.

SINOPSIS
     Beban hidup dipudak tak menghentikan langkah Toni menuju impian langit ke tujuh. Toni tak lelah mencari dan mencari. Hanya satu yang dapat Toni temukan yaitu menjual  keahliannya dalam bermusik,yah kata orang menjual suara saja sudah biasa. Namun inilah dorongan hati untuk mencapai tiitk klimaks.
     Sengatan matahari, memacu adrenalin Toni untuk terus berusaha. Toni hanyalah anak biasa, hidupku di gubuk sewaan,bukan milik sendiri. Inilah nasib Toni, Tonijan ya, nama pemberian orang tuanya. Toni hanya mampu menjual suara tepatnya mengamen. Setelah ia menjalani kewajibannya menuntut ilmu di SD Karsono Mukti, satu-satunya SD dimana aku tinggal. Setiap hari ia menjalani rutinitas sebagai pengamen dan pelajar.
     Pendapatan tak menentu, hanya cukup untuk membeli buku saja,padahal uang SPP harus ia lunasi. Suatu saat ia termangu melihat saudara-saudaranya yang masih belia. Mereka tak tahu apa-apa. Toni merupakan anak sulung dengan empat saudara yang tak dapat memberikan secuil kebahagiaan mereka. Rasa iripun  muncul, pada teman-temannya. Kenapa ia dilahirkan seperti ini. Lamunan itu hanya ilusi saja baginya, iapun terhenyak dan berkata” aku pasti bisa”
     Hari hari setelah pulang sekolah, ia sempatkan diri pergi ke kota. Sekadar mencari penghasilan untuk kelangsungan pendidikannya. Walau mengamen, dari sinilah Toni bisa bersekolah. Orang tuanya bekerja sebagai pemulung, tak sekolah, apa tahu tentang pendidikan, mereka hanya tahu bagaimana mencari pekerjaan dan pekerjaan untuk bertahan hidup.  Susahnya mengais bukan berarti tak bisa mengais ilmu.
     Tekad Toni sudah bulat, ia harus bisa menyelesaikan tugasku sebagai pelajar, dengan cara apapun akan ia lakukan untuk impian di ujung pelangi. Uang hasil mengamen, ia kumpulkan, sedikit demi sedikt, seratus perak sangat berharga baginya. Karena ia bukanlah orang kaya, tapi ia memiliki sesuatu yang jarang dimiliki orang lain. Apalah artinya uang jika niat tak ada. Toni harus berjuang mati-matian demi hidup dan kelangsungan pendidikannya.
     Suara pas-pasan, memacu dentuman jantung dalam raga. Petikan kentrung hasil karyanya, mengiringi lantunan lagu saat ia berdendang. Sorot mata penumpang bis kota menikmati ketukan-ketukan nyanyiannya. Kepenatan penumpang hilang seketika saat Toni melantunkan lagu syahdu. Kepingan logam berharga mulai memasuki kantong plastik yang ia buat dari bekas bungkus makanan ringan. Teman sejati pembantu Toni sekolah.
***
     Detik- detik terakhir  ujian kenaikan kelas. Selangkah lagi raport tergenggam ditangan. Saatnya ia membuktikan bahwa ia pasti bisa. Ujian berlangsung hikmat. Tak ada beban dalam menyelesaikan soal-soal ini. Toni yakin ia pasti yang terhebat walau ia hanya seorang anak pemulung.
     Seminggu ujian berlangsung, kini waktunya Toni menerima hasil belajarnya. Debaran jantung menghiasi langkah Toni, raport sudah ditangan, keringat dingin menetes ke sekujur tubuh. Gerakan jari perlahan membuka kertas demi kertas itu. Seperti tersambar petir di siang bolong, Toni terhenyak ternyata ia bintang kelas lagi. Inilah hidupku, perjuangan sampai titik darah penghabisan.

TREATMENT
01.    EKS. KAMPUNG PEMULUNG/ PAGI
Suasana kumuh langsung terlihat ketika cahaya matahari mulai menyorot perkampungan tersebut. Terlihat warga kampung tengah berlalu lalang menjalani aktivitasnya. Terlihat sebuah rumah dengan tumpukan rongsokan yang begitu banyak.

02.    INT. RUANG TAMU /SIANG
Terlihat Parmawati mulai bersiap-siap mencari rongsokan. Sedang Tukija menghitung hasil pencariannya kemarin untuk makan hari ini. sering kali terdengar tangis si bungsu. Sesekali Toni menenangkan adik bungsunya. Setelah adiknya tenang baru ia mulai berangkat sekolah dan tak lupa membawa kentrungnya.


03.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
Bu Murti mulai membahas pelajaran hari ini. Toni memasuki kelas dengan tergopoh-gopoh. Menarik nafas panjang.


04.    INT. DALAM BIS/ SIANG
Suasana panas membuat penumpang bis merasa kegerahan. Terlihat penumpang bis mengipas-ngipas. Terdenggar teriakan kernet berteriak memanggil penumpang. Toni mulai memainkan kentrungnya. Hingga dua sampai tiga lagu. Bis melaju.


05.    INT. DALAM BIS/ SORE
Terlihat matahari beristirahat di ufuk barat. Tetapi Toni masih terus mendendangkan lagu dengan iringan ketrung. Kali ini ia berganti bis. Dan turun dekat perkampungannya.


06.    EKS. KAMPUNG KUMUH/ MALAM
Terlihat Toni menuju rumahnya. Sambil menghitung recehan yang ia dapatkan hari ini. Sedikit berbecek-becekan. Karena kampong itu habis diguyur hujan.


07.    INT. RUMAH TONI/ MALAM
Parmawati terlihat kelelahan. Tukija memberikan hasil penjualannya kepada Parmawati. Sedang Toni bermain dengan adik-adiknya.


08.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
Toni menjalani ujian. Toni mengerjakan ujiannya dengan serius.  Sesekali ia memainkan pensilnya. Terlihat bu Murti mengawasi dengan mimic muka tegang. 


09.    INT. RUANG KELAS/ PAGI
Kelas sedikit tegang. Karena pembagaian raport akan segera dimulai. Akhirnya raport pun dibagikan satu persatu. Toni merasa gugup mengetahui hasil ujiannya. Kali ini raportnya diambilkan oleh ibunya. Secara perlahan ibunya mulai membuka raport secara perlahan. Dan Toni tersenyum bahagia.

Popular Posts

Recent Posts

Categories

Unordered List

Zawa Clocks Sumber : http://fatholthearseko.blogspot.com/2011/09/pasang-jam-mickey-mouse-di-blog.html#ixzz2HXe2rGXS

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kaliwungu, Kendal, Indonesia
Pengalaman adalah guru terbaik

Followers


Tag Cloud

MENULIS MERUPAKAN SALAH SATU HOBI YANG TIDAK PERNAH AKU KETAHU. MENULIS PULA TELAH MELATIH DAYA INGATKU.. SO BEGITULAH PERTEMUANKU DENGAN MENULIS
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info