Mengubah Paradigma Sukses
Setiap benda pasti memiliki ukuran dan bobotnya masing-masing. Karena benda-benda itu berbeda cara pembuatannya dan bahan yang digunakan. Oleh karena itu, alat ukur perlu adanya untuk mengetahui seberapa panjang dan beratkah sebuah benda itu. Begitu juga dengan kesuksesan. Banyak orang mengatakan bahwa kesuksesan itu dapat diraih dengan pendidikan setinggi mungkin. Adapula yang mengatakan, kesuksessan itu banyaknya kita mengumpulkan materi. Namun, bagaimanakah jika di dalam fakta mengatakan sekolah tinggi tapi tidak dapat mengaplikasikan, dan materi berlimpah tapi gampang dibodohi?
Perlu kita renungkan bahwa menakar kesuksesan studi itu tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan. Seperti halnya, memiliki studi yang tinggi. Setiap orang tua pasti bangga jika anaknya memiliki jenjang pendidikan paling tinggi. Akan tetapi banyak anak pula yang bergaya bak tempat bagus di luar namun kosong diluar. Maksudnya, orang bangga dengan gelar yang dicapainya, tetapi otaknya tidak berisi sama sekali. Terkadang inilahhal yang paling terlupa oleh kita.
Alat untuk menakar seberapa tinggi kesuksesan studi yang telah kita peroleh kebanyakan melalui tes ataupun sejenisnya. Dapat diingat bahwa semua alat ukur tersebut tidaklah seratus persen benar. Jika dibandingkan dengan alat ukur lainnya, alat ini bisa dikatakan sudah rusak. Karena tes dan sejenisnya itu dipakai untuk formalitas saja. Hasil akhirnya tetap pada tangan-tangan penguasa. Serta takaran itu dapatsudah diganti dengan materi yang berlimpah ruah. Walaupun tidak tahu darimana asalnya.
Inilah yang perlu diperbaiki. Paradigma yang terus mengendap dan bisa menjadi budaya buruk. Tanpa perubahan paradigma maka alat ukur tersebut akan terus menerus rusak. Serta pengukuran pun akan selalu salah hingga alat ukur itu diperbaiki. Dengan cara pandang yang diperbaiki dan dirubah pasti pengukuran itu akan menjadi benar.
Pemikiran seberapa takaran studi itu. Menurut saya takaran kesusksesan itu akan dikatakan tinggi jika kita mampu menguasai teori ketika studi, dapat mengaplikasikannya dan mampu mencapai nilai-nilai yang memuaskan dengan keringat diri snediri. Tanpa perlu adanya budaya contek mencotek. Paradigma ini harus diterapkan kepada setiap orang agar tidak selalu menganggap mudah menjalani studi, dan menganggap sulit suatu kesuksessan. Padahal jika berusaha dan yakin pasti kesuksessan itu dapat diraih walau studi yang diperoleh tidaklah tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar