Enter Header Image Headline Here

Rabu, 09 Januari 2013

Ressa Maafkan Aku



“Adikku… usap air matamu…. Kakakmu ini nggak tahan melihatmu, please  berhenti, Kakak kasih permen ya??” rayuan maut Chika ketika adiknya menangis. Suara tangisan Ressa tak kunjung mereda, bujukan ,rayuan, dan genjatan hadiah tak menghentikan  tangisan itu. Sampai-sampai  taring dan tanduk keluar dari mulut serta kepalanya.
“Akhirnya … berhenti juga kamu dek…,” ujar Chika lega adiknya berhenti juga.
Hari ini hari yang melelahkan bagi Chika (18 Tahun), Pagi hari ia harus bekerja sebagai buruh pabrik  yang tak seberapa gajinya. Berangkat pukul 05.30 WIB dengan bis Curug[1] yang ugal-ugalan tak memperdulikan keselamatan penumpangnya.  Pagi itu sebelum berangkat chika menitipkan adiknya pada  tetangganya. Yah..., beginilah hidup Chika semenjak Ayahnya meninggal dan ibunya pergi menjadi TKW di Arab Saudi tuk menghidupi  Chika dan Adiknya. Hm… benar tragis. Di kardus yang dibentuk seperti rumah inilah menjadi tempat tinggal Chika selama ini. Rumah tak punya apalagi barang berharga. Yang teristimewa baginya adalah adik, serta ibunya yang jauh disana. Hanya sepucuk surat yang ia genggam dan tak pernah ia telisik surat itu. Benar surat itu dari ibunya, ynag diberikannya saat ibunya hendak pergi.
“Surat ini yang akan menjadi semangatku untuk terus manjalani hidup ini , danterus berjuang untuk membahagiakan adikku.” Doa Chika dan ia berharap semuanya bisa terwujud.
Derita  Chika derita  yang pedih, perih. Angin topan, pancaroba kehidupan serta pil pahit telah ia tegak selama 9 tahun terakhir ini. Yah waktu itu ibunya masih bersamanya, jadi tidak terlalu pelik kehidupan ini. Dan waktu itu ia masih bersekolah memakai seragam putih merahnya serta melangkah dengan gagahnya dengan ribuan asa di benaknya. Biarpun hanya hanya sampai  Sekolah Menengah Atas walau bisa merasakan hingga kelas X saja. Namun, kobaran semangat itu masih membara dan nyala itu semakin terang tatkala hadir tangisan bayi yang menghiasi rumah kardusnya.
Betapa berharganya Ressa, tanpa adiknya itu, beban yang dipikulnya terasa berat. Untunglah ada Ressa di sampingnya. Tangisan yang terkadang membuatnya jengkel, dan geram menjadi sebuah memory tersendiri bagi Chika. Memory yang menemaninya dan memberikannya semangat tuk menghantarkan  cita-cita Ressa (3 tahun). Semangatnya semakin menggebu-nggebu tatkala sosok wanita welas asih itu, tak lagi mengirimi ia biaya hidup untuk adik dan dirinya. Entah mengapa ibunya tak mengirim biaya hidup lagi, banyak sekali pertanyaan yang timbul dibenak Chika, dari positive thinking sampai negative thinking.
Semenjak itu pula hidup Chika mulai terpontang panting, ia harus bekerja keras tuk membiayai kehidupan sehari-hari dan mencukupi kebutuhan gizi bago adiknya. Umur yang belum cukup matang bila memikirkan hal tersebu. Masa-masa suram mulang menghinggapi kehidupan Chika. Hingga suatu hari ia harus meninggalkan adiknya Bertahun-tahun. Bersua saja tidak bisa, apalagi membelai mesra Ressa. Dalam lubuk hati Chika bak gado-gado, antara sedih, susah, senang, khawatir berkecamuk tidak menentu. Sampai-sampai umur adiknya mencapai 17  ia menulis sebuah surat untuk Ressa.
“Dear Ressa,
Adikku sayang, adikku malang maafkan Kakakmu ini dik, Kakakmu tak bisa menjagamu dengan baik, Kakakmu merantau bukannya tidak mau mengasuh kamu, karena Kakak tidak tega jika nasib kamu, Kakak tidak mau kamu mengalami nasib yang sama dengan Kakak. Kakak ingin kamu menjadi pria yang memiliki dedikasi tinggi, bisa mendapatkan hidup yang lebih baik, tidak seperti Kakak yang hanya lulusan SMA, sekali lagi Kakak memohon maaf segala kesalahan Kakak, dan sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang mengasuhmu selama ini, Pak Surya dan Bu Surya, sampaikan pula permintaan maaf dari Kakakmu ini.
Yang selalu merindukanmu
                                                                                                     Chika   
            Sampai surat ini ditulis Chika tak sedikitpun membuka surat yang ditinggalkan ibunya sebelum pergi. Tidak pernah, dan tidak pula ia menyentuhmya.


[1] Bis kota jurusan Kendal Kaliwungu

Sumpil Pembawa Cinta

Kiky Kikok
Aku mencintaimu, karena dirimu apa adanya. Hanya dirimu yang mampu membuatku bangkit.Perjalanan hidupku terasa pulau tak berpenghuni jika tidak ada dirimu yang menemani.
Surat pertama darimu, telah membangkitkanku dari belenggu yang telah mengurungku.
Dear Keiko
Malam ini begitu sunyi tanpa hadirnya bintang.Gemerlap petang seakan surut.Lampu-lampu penerang tak mampu menandingi terangnya cahaya bintang.Lewat goresan inilah kuungkapkan rasa lewat kata.Tatkala kita bersua dimalam kemarin.Aku begitu terpesona melihat raut wajahmu.Mata ini tak mampu menutup.Dan kepala ini tak mampu berfikir.Bayang-bayang malam selalu mengajakku menghampiriku.
Senja  datang dan menyurutkan langkahku untuk bersua dengan  bidadari mungilku. Entahlah, mengapa aku begitu takut menemuimu. Jika berttemu, tak satupun kata terucap dari bibir ini. Hanya senyum tersipu yang aku tunjukan.

Secret Admire
Kutemukan gulungan surat ini dalam sebuah bungkusan sumpil dekat makanan maulid Nabi yang berserakan. Siapakah gerangan yang mengirimkan ini?Aku bimbang.Dan aku tak tahu siapa orangnya.Begitu banyak orang mendekatiku.Apa mungkin…? Ah, entahlah. Daripada mikirin siapa pengirim itu, lebih baik aku menikmati sumpil ini.Lezat, bila dicocol dengan sambal kelapa.
“Ma, sumpilnya masih apa nggak?”
Tasih  sayang. ”
Matur suwun Bu, Muah.”
Sumpil adalah makanan favoritku.Makanan khas Kaliwungu ini hanya dapat ditemui tatkala acara maulud Nabi.Yang biasanya bebarengan dengan acara weh-wehan.Selain pengajian acara ini sangat ramai. Hingga pemuda pemudi bisa bertemu dan saling mencari  pendamping hati.
***
“Kei, ono koncomu iku?”
“Sinten nggih,Bu?”
Iku, si Arif”
“Oh,sekedap Bu.”
Pagi ini, rasa aneh menghinggapi benakku.Tak biasanya Arif menghampiriku.
Ono opo?Mbul?” panggilanku terhadap arif
Meh bareng karo awakmu, Mbul.”
“Ah, tenane?”
Yo ben tho.Aku salit, Mbul. ”
Nyoh ki, diombe ndisik jarange.
Matur nuwun, ya.”sambil mencolek daguku. Dengan spontan aku tampik dengan tanganku.
Kali ini aku tak perlu berdesak-desakan lagi di bus curug.tak perlu khawatir lagi terlambat masuk sekolah, sekaligus menghemat biaya transportasi. Serta sampai sekolah dengan selamat.Aku dan Arif memang akrab semenjak kecil, rumahnya berada di belakang rumahku. Namun, ia jarang bertemu denganku. Baru kali ini, satu sekolah sama dia. Dan dia peduli denganku.
Sampailah aku di depan gerbang. Aku dan Arif berjalan menuju koridor, kemudian kami berpisah menuju kelas masing-masing.Temanku Tira sudah menungguku disana.
“Tumben, nggak telat kamu Kei.”
“Ada tebengan , Tir.”
“Ehem, gebetan baru ya?”
“Ah, Enggak kok.”
“Lalu?”
“Aku bareng sama teman belakang rumahku.”
“Oh, si Arif?”
“Iya.”
“Tumben dia mau nganterin kamu.”
“Ya, begitulah.”
Tak lama bel berbunyi.Semua siswa bergegas berbaris di lapangan sekolah untuk mengikuti upacara.Aku baris di bagian tengah. Memang aku kurang suka jika baris di depan dan dibelakang. Serasa diawasi oleh guru, dan para anggota Palang Merah Remaja (PMR) sekolahku.
Upacara di mulai, tidak tahu kenapa pidato kepala sekolah serasa panjang.Aku mulai kepanasan, dan kepalaku mulai terasa berat.Dengan sekejap semua pandanganku menjadi gelap.
“Kei, bangun Kei..!” sayup, sayup terdengar suara memanggilku.
Aku pun, belum mampu tuk membuka mataku.Apa mungkin ini gara-gara aku puasa hari ini. Tapi tidak mungkin gara-gara itu.Suara memanggil namaku terdengar lagi kali ini.Dengan perlahan mataku terbuka.Tetapi, pandanganku masih belum jelas.
Eh, kok koe Mbul?” tanyaku keheranan ketika aku melihat sosok Arif
Iyo, tumben semaput mbarang koe Mbul.Wes yo balik wae kene, tak terke aku.”Ujar Arif perlahan.
Yo, wes. Matur nuwun ya Mbul.”
Ketika pulang dengan Mbul, aku merasakan gejolak yang berbeda.Apakah aku mulai mampu menaruh hati padanya.Atau ini hanya ungkapan kegagumanku saja.Misteri cintaku.Hanya aku dan Tuhan yang tahu.
***
Tiba-tiba nada pesan diponselku berbunyi.
“Asyik pasti pesan dari Mbul.”Ungkapku dalam hati.
Ternyata bukan dari Arif.Sungguh kesal. Akan tetapi hati ini seakan luluh manakala aku membaca pesan di ponselku.
0853084765192 (Nomor Secret Admire)
Malam ini, tak ada bintang yang bersinar..Rembulanpun tak nampak digelapan langit.Apakah ini jawaban.Bahwa Bidadariku sedang bersedih?Ataukah mengisahkan kegundahan Bidadariku.Bidadariku, tenanglah. Aku akan selalu menghiburmu. Walau topan akan datang. Dan Tsunami kan menerjang. Pegang erat tanganku, serta ragaku. Yakinlah bahwa aku akan melindungimu hingga aku tak mampu lagi melihat indahnya dunia. Tersenyumlah Bidadariku.
Secret Admire
Siapakah gerangan orang misterius itu. Arif kah? Ah, tidak mungkin. Tak mungkin Arif bersembunyi seperti ini.Tapi, aku mencintainya.Terlalu lama malah.Sebelum dia menawarkan untuk berangkat bersama. Hingga terlelap aku masih memikirkan siapa si Secret Admire itu.
***
Setiap hari, aku mulai terbiasa dengan sikap Arif.Seisi sekolah mengira aku telah menjadi pacar Arif.Padahal tidak.
Kei, koe jadian yo karo Arif?” Tanya Tira.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja.Tanpa disadari ada sesosok yang memperhatikan percakapanku dengan Tira.Aku yang cuek menganggap tatapan itu sebagai angin lalu.Tak ada yang tahu bahwa aku sering menerima puisi –puisi indah yang tak tahu siapa pengirimnya.
“Hai Kei,” sapa Koko
“Halo Ko.”
“Dengar-dengar kamu jadian ya sama Arif?”
“Ah, enggak kok,.Kita Cuma teman saja. Kenapa Ko?”
“Enggak papa, kalau beneran ya, aku ucapin selamat.”Dengan mimik sedikit bahagia.
“Tapi, aku nggak jadian kok sama Arif.”
“Ya sudah, maaf ya udah ganggu waktu istirahat kamu.”
“Iya, nggak papa kok.Tenang saja.”
***
Dering pesan ponselku berbunyi. Lagi-lagi dari sang screat admire. Kali ini terlihat aneh.Dia mengatakan kalau dia bersedia berkorban untuk aku.Dia rela melepasku untuk seseorang yang aku cintai, siapa lagi kalau bukan Arif.Aneh, darimana dia tahu kalau cintaku bukan untuknya. Melainkan Arif.
Kucoba mengirim pesan kepada Arif.
“Assalamulaikum Mbul, hari ini pulang bareng nggak?”
“Waalaikumsalam Mbul, iya nanti tunggu aku di gerbang saja ya?” Jawab arif
“Baiklah. J Oh iya Mbul, koe ngerti nomor iki orak? 0853084765192 ”
“Wah, aku rak ngerti Mbul.Nopo si?”
“Hehehe, J orak popo kok.”
“Yo wes, oh yo deng tapi mengko aku rodok suwi. Orak popo tho? ”
“Iyo.”
“Tapi ojo semaput yo Mbul?Hahahaha :-D”
“Iyo, ojo ngece tho. L
“Iyo. Kan guyonan tho.”
Tak terasa berkirim pesan singkat melalui telepon selular.Lagi-lagi Koko memandangiku dengan sosok aneh.Kali ini aku hanya tersenyum sipu kepadanya.Dan bersikap biasa-biasa aja.
Langkahku mulai berayun untuk menuju gerbang sekolah. Senja telah datang untuk menjemput mentari yang lelah menyinari bumi siang ini. Sesuai janji, aku menunggu Arif di gerbang sekolah. Sambil menemani Tira menunggu curug melintas. Tidak beberapa lama, curug datang dan Tira pun pulang. Agak lama memang aku menunggu Arif, tapi tak apalah.
“Hai, sendirian aja.” Suara Koko mengaggetkanku.
“Eh, hallo. Hehehe, iya.”
“Mau bareng nggak?” ajak Koko
“Makasih atas tawarannya. Tapi aku lagi menunggu Arif.”
“Oh, Arif. Ya sudah, hati-hati ya?”
Kokopun berlalu begitu saja. Dari kejauhan aku melihat sosok arif membawa kuda besinya.
Nopo Mbul?” tak sanggup aku melihat wajahnya yang  lebam itu.
Rak popo kokMbul. Tibo pas olahraga mau.”
Oh, tapi lara po orak Mbul?” pertanyaan nggak penting dalam batinku.
Yo iyo no, piye si donge.”
Hehehe…, yo balik?”
Ayo ra.”
***
Semenjak kejadian itu, aku telah sadar bahwa ada yang aneh antara Koko dan Arif. Dari tatapan sinis Koko ketika aku berbicara tentang Arif. Selidik punya selidik, ternyata Arif adalah teman akrab Koko. Dia minta bantuan Arif untuk mendekatiku. Satu lagi puisi mesra itu, berasal dari Koko. Ya, Allah. Apalagi  ditambah dengan arif yang semakin dekat denganku. Koko semakin geram dan ia memutuskan untuk memukuli Arif.
Aku bingung harus pilih mana? Koko kah? Atau Arif? Hatiku mencintai Arif, tapi kau tak mau Arif terus disiksa oleh Koko. Jika aku memilih Koko, aku tak suka dengan sikapnya, tapi Arif tidak dipukuli lagi. Haruskah tidak aku pilih dua-duanya. Aku tidak ingin  keduanya memutuskan pertemanan gara-gara aku. Tapi aku juga tidak ingin berpisah dengan Arif.
Sejak itu, aku tak lagi makan sumpil ketika maulid Nabi.orang yang selama aku kira baik, ternyata telah berkhianat. Kata-kata tak mencerminkan sikap seseorang.  Oh, sumpil pembawa cinta, sumpil yang tidak aku kira buatku begini..

Keterangan :
1.      Sumpil: makanan yang terbuat dari beras dibungkus daun bambu, berbentuk segitiga.
2.      Weh-wehan: acara perataan mauled Nabi dengan saling tukar-menukar makanan antar tetangga.
3.      Curug: merupakan angkutan umum yang beroperasi dari sukorejo hingga terminal Mangkang Semarang.
4.      Koe: kamu
5.      Salit: haus
6.      Terke : mengantar
7.      Karo: sama atau dengan
8.      Mengko: nanti
9.      Rodok: agak
10.  Suwi : lama
11.  Semaput: pingsan
12.  Donge: sebenarnya
13.  Lara: sakit
14.  Tibo: jatuh
15.  Ngece: mengejek
16.  Mbarang: kenapa
17.  Nopo: kenapa atau mengapa






Popular Posts

Recent Posts

Categories

Unordered List

Zawa Clocks Sumber : http://fatholthearseko.blogspot.com/2011/09/pasang-jam-mickey-mouse-di-blog.html#ixzz2HXe2rGXS

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kaliwungu, Kendal, Indonesia
Pengalaman adalah guru terbaik

Followers


Tag Cloud

MENULIS MERUPAKAN SALAH SATU HOBI YANG TIDAK PERNAH AKU KETAHU. MENULIS PULA TELAH MELATIH DAYA INGATKU.. SO BEGITULAH PERTEMUANKU DENGAN MENULIS
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info